Artikel ini merupakan lanjutan dari
artikel “Sikap Kerja dan Kepuasan Kerja 1”. Pada artikel ini akan membahas hubungan
pelaksanaan kerja dan kepuasan kerja serta mencegah dan mengatasi ketidakpuasan
kerja. Dalam artikel akan mengupas kedua pembahasan tersebut. Yuk kita baca
dengan seksama.
Hubungan pelaksanaan kerja dan
kepuasan kerja
Hubungan antara
pelaksanaan kerja dan kepuasan kerja sangat penting. Seorang karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaannya, sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja. Ini akan
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Selain itu akan mempengaruhi produktivitas
karyawan dan ketahan karyawan dalam bekerja disebuah perusahaan. Kebalikannya
juga bisa terjadi jika karyawan mengalami ketidakpuasan kerja. Robbins (seorang
psikolog industri, 1998) mengungkapkan akibat yang dapat dilakukan individu yang
mengalami ketidakpuasan dalam bekerja, yaitu:
1. Aktif
a.
Exit
(Keluar dari Pekerjaan)
Ketika
individu merasakan ketidakpuasan, bisa saja ia langsung
menyatakan keluar dari tempat kerjanya dan berusaha mencari
atau melamar tempat lain yang dapat memenuhi harapannya.
menyatakan keluar dari tempat kerjanya dan berusaha mencari
atau melamar tempat lain yang dapat memenuhi harapannya.
b.
Voice
(Protes)
Ketidakpuasan
membuat individu putus asa. Kemudian mencari cara
untuk memecahkan masalahnya, dengan mencoba membicarakan
semua masalah dengan atasan (decision maker).
untuk memecahkan masalahnya, dengan mencoba membicarakan
semua masalah dengan atasan (decision maker).
2. Pasif
a.
Loyalty
(Tetap Setia)
Ketidakpuasan
kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif
sampai kondisinya menjadi
lebih baik, termasuk membela perusahaan
terhadap kritik dari luar dan percaya
bahwa organisasi dan manajemen
akan
melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
b.
Neglect
(Bersikap pasif dan acuh tak acuh)
Kepuasan
kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan
menjadi lebih buruk,
termasuk misalnya sering absen atau datang
terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
Jika dilihat dari
hirarki kebutuhan maslow, kepuasan kerja sangat penting untuk aktualisasi diri.
Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai
kematangan psikologis. Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan dengan baik, akan
mendapatkan kepuasan kerja. Begitu pula sebaliknya, pekerjaan yang tidak dilaksanakan
dengan baik, maka tidak mendapatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan
kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan dilihat dari bagaimana
karyawan melaksanakan pekerjaannya itu. Ini juga karena adanya dukungan keadaan
positif yang ada di dalam lingkungan kerja.
Mencegah dan mengatasi
ketidakpuasan kerja
Untuk mencegah dan
mengatasi ketidakpuasan kerja yaitu mengingat kembali teori kepuasan kerja yang
sudah ada di dalam artikel “Sikap Kerja dan Kepuasan Kerja 1”. Seperti dikatakan
para ahli psikologi bidang industri
(Asad, Greenberg dan Baron) yaitu:
-
Teori
keadilan (Equity theory)
Perasaan adil atau tidak adil atas situasi yang dihadapi
akan diperoleh melalui perbandingan antara dirinya dengan orang lain yang
setaraf, sekantor atau tempat lainnya. Elemen dalam teori ini meliputi:
a
Input
Segala sesuatu yang berharga, yang
dirasakan oleh karyawan sebagai
sumbangan terhadap suatu pekerjaan, misalnya
pendidikan,
pengalaman, keterampilan, keahlian dan jumlah jam kerja.
b
Output (Outcomes / hasil)
Outcomes :
Segala sesuatu yang dirasakan oleh
karyawan sebagai hasil dari
pekerjaannya.
Output :
Gaji, upah, simbol status dan
kesempatan untuk berprestasi atau untuk
mengekspresikan diri atau
aktualisasi diri.
Selain itu ketidakpuasan juga dapat
dicegah dengan berbagi cara berdasarkan faktor penyebabnya.
-
Teori
dua faktor
Menurut teori
ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
a
Dissatisfier
atau hygiene factors
Faktor-faktor yang terbukti menjadi
sumber kepuasan, terdiri dari gaji,
insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status.
Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan
bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan
ketidakpuasan bagi karyawan.
insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status.
Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan
bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan
ketidakpuasan bagi karyawan.
b
Satisfier
atau motivators.
Faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber
kepuasan
kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab
dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti
membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan
membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik.
Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.
kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab
dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti
membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan
membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik.
Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.
Dapat juga dilakukan dengan menciptakan suasana kerja yang
baik dengan membangun komunikasi yang bersahabat dengan rekan kerja karena sikap
sosial itu sangat penting. Selain itu perusahaan memberikan kesempatan untuk
karyawan mengembangkan idenya, ketika perusahaan tidak memberikan kesempatan
kepada mereka untuk berkembang, hal ini akan membuat mereka kurang termotivasi,
malas bekerja dan produktivitasnya turun. Apabila perasaan ini dirasakan oleh
sebagian besar karyawan lama, bisa dibayangkan betapa rendahnya tingkat
produktivitas perusahaan secara keseluruhan dan bila dibiarkan perusahaan akan
merugi.
Daftar
Pustaka
Azwar,
S. (2011). Sikap manusia: Teori dan
pengukurannya. Jakarta: Pustaka.
Leavitt,
J.H. (1992). Psikologi manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Thoha, M. (2008). Perilaku organisasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.