Laman

Minggu, 19 April 2015

Behavior Therapy




Merupakan salah satu tekhnik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menggapai situasi dan maslah dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Aktifitas inilah yang disebut sebagai belajar.
                   
Konsep dasar teori perilaku tentang kepribadian
Classical conditioning (Perkondisian Klasikal)
“Klasikal” berasal dari eksperimen “klasik” yang dilakukan Ivan P. Pavlov (1849-1936). Ia seorang psikolog Rusia yang memperkenalkan konsep perkondisian dan mengemukakan prinsip utamanya dalam pengkondisian klasik. Pengkondisian klasik disebut juga respondent conditioning karena organisme semata-mata hanya sebagai “penerima” proses pengkondisian, dengan kata lain yang mengontrol proses pengkondisian adalah eksperimenter. Inti dari classical conditioning adalah memasangkan dua stimuli yaitu:
-        Unconditioned Stimulus (US) (Stimulus tidak bersyarat)
Yaitu stimulus yang menimbulkan respon yang sifatnya alami yang disebut unconditioned seponse (UR). Contohnya: Anjing melihat makanan akan melakukan respon dengan keluarnya air liur.
-        Conditioned Stimulus (CS) (Stimulus bersyarat)
        Yaitu stimulus yang menimbulkan respon khusus yang disebabkan conditioned stimulus disebut conditioned response (CR).
Penelitian Pavlov di lakukan dengan melihat seekor anjing yang mulai menyalurkan air liur bila melihat piring makanan. Berarti anjing telah belajar mengasosiasikan adanya piring dengan rasa makanan. Oleh karena itu Pavlov mempersiapkan seekor anjing dalam eksperimennya.
 

Operant conditioning
Merupakan pengondisian instrumental yang melibatkan ganjaran (reward atau punishment) kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul. Pelopornya adalah Skinner. Contohnya jika ingin membuat seorang anak mengurangi kebiasaan bermain games dan meningkatkan intensitas belajarnya. Maka pertama kita harus membuat anak betah duduk di meja belajarnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan anak pujian (reinforcement) setiap dia duduk di kursi belajarnya. Bila intensitas waktu anak untuk duduk di kursi belajarnya dan belajar maka reinforcement di tingkatkan, mungkin dengan mengganti pujian dengan hadiah. Tindakan tersebut dilakukan hingga menjadi kebiasaan rutin anak. Di teori ini disebut ada dua macam respon, yaitu:
-        Respondent response (reflexive response / respondense behavior)
Response ini ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu yang disebut electing stimuli yang sifatnya relative tetap dan terbatas serta hubungan antara stimulus dan respon sudah pasti sehingga kemungkinan untuk dimodifikasi kecil. Contohnya makanan yang menimbulkan air liur.
-        Operant response (instrumental response / instrumental behavior)
Respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu, yang biasa disebut reinforcing stumuli / reinforce. Perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organism sehingga sifatnya mengikuti. Misalnya seorang anak berprestasi dalam belajar, kemudian memperoleh hadiah sehingga ia akan lebih kiat lagi belajar untuk mendapatkan prestasi, berarti responsnya menjadi lebih kuat / intensif.
Respons ini merupakan bagian yang terbesar daripada tingkah laku manusia dan mungkin untuk dimodifikasinya tidak terbatas. Titik berat teori Skinner pada respon ke dua ini.

Modeling
Menurut Albert Bandura, proses belajar terjadi melalui peniruan (imitation) terhadap perilaku orang lain yang dilihat atau diobservasi. Kita belajar dengan mengamati yang dilakukan oleh orang lain. Untuk membuktikan hal tersebut, Bandura (1965) melakukan sebuah penelitian terhadap sejumlah anak pra-sekolah yang dibagi atas tiga kelompok. Kepada anak-anak itu diperlihatkan sebuah film yang di dalamnya anak dapat mengobservasi seorang dewasa yang berperilaku agresif terhadap sebuah boneka yang diberi nama Bobo Doll.
-     Kelompok 1 diperlihatkan sebuah film yang di dalamnya si model masuk ke dalam sebuah ruangan dan memukuli secara agresif Bobo Doll. Kemudia diberi hadiah berupa permen dan minuman botol karena perilakunya tersebut.
-        Kelompok 2 diputarkan sebuah film yang di dalamnya si model masuk sebuah ruangan, kemudian memukuli Bobo Doll, tetapi kemudian si model dikritik dan diberi hukuman karena tindakan agresifnya tersebut.
-     Kelompok 3 diputarkan sebuah film yang memperlihatkan si model masuk dalam sebuah ruangan yang didalamnya terdapat ruangan boneka Bobo Doll dan yang kemudian dipukulinya secara agresif. Pada akhir film si model tidak diberi hukuman dan tidak juga mendapat hadiah. Artinya, tidak ada konsekuensi apa-apa terhadap perilaku agresifnya tersebut.
Selanjutnya, anak-anak dari ketiga kelompok yang menonton film berbeda dibicarakan sendirian dalam sebuah ruangan yang berisi banyak alat mainan, termasuk boneka Bobo Doll. Perilaku anak di observasi melalui jendela dengan kaca satu arah. Ternyata, anak-anak yang menonton film yang didalamnya perilaku aggressor mendapat hadiah (kelompok 1) atau tidak mendapat hadian (kelompok 3) secara spontan meniru perilaku model (aggressor). Mereka memukuli Bobo Doll itu secara agresif. Jumlah anak yang meniru tingkah laku model lebih banyak di kedua kelompok inidibandingkan dengan mereka yang menyaksikan film yang didalamnya si model mendapat hukuman (kelompok 2).
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan belajar melalui observasi dapat terjadi hanya dengan menonton model nya saja dan melalui observasi tersebut seorang anak dapat belajar berperilaku. Mungkin anak tidak langsung memberikan respon (perilaku) yang langsung dapat diobservasi, tetapi anak menyimpan apa yang diobservasinya tersebut dalam bentuk kognitifnya (cognitive form), bentuk kognitif ini tetap aktif dalam diri anak dan pada saat anak berada pada situasi atau kondisi yang serupa, secara spontan cognitive form tadi turut serta menentukan perilaku si anak dalam kondisi tersebut. Hal ini lah yang menyebabkan sifat-sifat dan reaksi-reaksi emosional seorang anak menyerupai reaksi emosional kedua orang tuanya. Nenek moyang kita telah menyadari hal ini secara intuitif ketika mereka merumuskan adagium, “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.
Contoh dalam kehidupan, anak menonton melalui tayangan TV, video-video (VCD/DVD), atau video game Perilaku model yang telah diobservasi anak sehingga dapat menjadi bahan cognitive form si anak. Model perilaku cognitive form tersebut menjadi bahan referensi bawah sadar, yang apabila anak bertemu dengan situasi yang serupa kelak akan memberikan respon seperti dia telah melihat bagaimana modelnya memberi respon.

Unsur-unsur terapi
Munculnya masalah/gangguan
Dalam terapi ini muncul seperti depression, anxiety disorders, phobia. Dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.

Tujuan terapi
-    Menghapus pola tingkah laku maladaptif atau maladjustment, membantu belajar tingkah-laku konstruktif, serta merubah tingkah-laku.
-        Mengubah perilaku yang tidak sesuai pada klien
-        Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih 
       efisien.
-        Mencegah munculnya masalah di kemudian hari.
-        Memecahkan masalah perilaku khusus yang diminta oleh klien.
-        Mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan 
       kehidupannya.

Peran terapis
-     Terapis memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment yaitu dalam penerapan pengetahuan ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah para kliennya.
-   Sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru.
-        Sebagai model bagi klien.

Teknik-teknik terapi

Untuk mencapai tujuan dalam proses konseling diperlukan teknik-teknik yang digunakan untuk pengubahan perilaku. Beberapa tekniknya sebagai berikut:
a.      Desensitisasi Sistematis
Merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan, dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan dengan cara memberikan stimulus yang secara perlahan dan santai.
b.     Terapi Implosif
Dikembangkan atas dasar pandangan tentang seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada situasi kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan ternyata tidak muncul, maka kecemasan akan hilang. Atas dasar itu klien diminta untuk membayangkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan.
c.     Latihan Perilaku Asertif
Untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan dirinya bahwa tindakannya layak atau benar.
d.     Pengkondisian Aversi
Teknik pengkondisian diri digunakan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya.  
e.     Pembentukan Perilaku Model
Perilaku model digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat perilaku yang sudah terbentuk dengan menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, baik menggunakan model audio, model fisik, atau lainnya yang dapat diamati dan dipahami jenis perilaku yang akan dicontoh.
f.      Kontrak Perilaku
Merupakan persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Dalam terapi ini konselor memberikan ganjaran positif yang penting dibandingkan memberikan hukuman jika kontrak tidak berhasil.
g.     Token Ekonomi
Dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam teknik ini, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan yang nyata yang nantinya bisa ditukarkan dengan objek atau hak istimewa yang diinginkan. Tujuannya mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.


Daftar Pustaka
  • Sunaryo. (2002). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
  • Gunarsa, Singgih D. (2004). Bunga Rampai Psikologi Perkembangan dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta : SDG 
  • Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
  • Riyanti, B.P. Dwi dan Hendro Prabowo. (1998). Psikologi Umum 2.Jakarta: Universitas Gunadarma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar