Menurut Prawitasari (1989), terapi
kelompok sebagai salah satu tipe intervensi dalam psikoterapi yang
dilakukan oleh terapis dan koterapis dengan sekelompok pasien, yang lebih
bersifat intensif dalam memberikan pertolongan psikologis, lebih menekankan
perasaan dan hubungan antara anggota, serta menekankan pada pengalaman emosi
terkoreksi.
Menurut Rawlins (1993), terapi
kelompok merupakan tipe dari tindakan yang meliputi kelompok dari pertemuan beberapa
orang pada waktu yang direncanakan dengan kualifikasi terapis terhadap fokus
pada kesadaran dan pengertian terhadap seseorang, untuk memperbaiki hubungan
interpersonal dan membuat perubahan perilaku.
Bentuk-bentuk Terapi Kelompok
Terapi kelompok terdiri atas
beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari jenis-jenis terapi individual
yaitu:
- Kelompok
eksplorasi interpersonal
Tujuannya
mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan
balik korektif dari anggota kelompok yang lain.
- Kelompok
Bimbingan-Inspirasi
Kelompok
sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya dan
memaksimalkan nilai diskusi di dalam kelompok dan persahabatan. Kelompok ini
sering kali dipakai kerena mereka mempunyai problem yang sama.
- Terapi
Berorientasi Psikoanalitik
Sebagian besar terapi kelompok yang sukses tampaknya
bergantung lebih pada pengalaman, sensitivitas, kehangatan, dan kharisma
pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang dianut (Tomg dalam Ahmad,
2012). Berbagai masalah dalam kelompok untuk mengembangkan kepercayaan diri,
sensitifitas, dan keterampilan sosial. Terdapat penekanan pada hubungan timbal
balik antar anggota kelompok yang difasilitasi oleh ahli terapi. Terapi
kelompok dapat berlangsung terus menerus atau terbatas waktu (Hibbert dalam
Ahmad, 2012).
- Kuesioner
Kepuasan Anggota Kelompok
Kuesioner ini bisa digunakan oleh pekerja sosial dalam
proses asesmen atau penggalian masalah dan kebutuhan klien dalam kegiatan
Terapi Kelompok (Zastrow, 1999). Pilihan jawaban dari atas ke bawah menunjukkan
tingkat kepuasan anggota kelompok yang bisa diberi skor secara berjenjang dari
4 hingga 1 atau 0. Skor jawaban yang tinggi menunjukkan tingkat kepuasan yang
tinggi, kepuasan anggota kelompok dikategorikan tinggi jika berada diantara
skor 10 s/d 14; skor sedang sekitar 5 s/d 9 dan rendah jika memiliki skor di
bawah 5.
Unsur-unsur terapi
Tujuan terapi,
Menurut Hartford
dan Alissi, metode terapi kelompok digunakan untuk memelihara atau memperbaki keberfungsian
personal dan sosial dengan beragam tujuan, yakni:
-
Korektif
-
Preventif,
-
Pertumbuhan
sosial normal
-
Peningkatan
personal,
-
Peningkatan
partisipas dan tanggungjawab masyarakat (Suharto, 1997).
Menurut Gisela Konofka, tujuannya adalah:
- Individualisasi,
- Mengembangkan
rasa memiliki (sense of belonging),
- Mengembangkan
kemampuan dasar untuk berpartisipasi,
- Meningkatkan
kemampuan untuk memberikan kontribus pada keputusan-keputusan melalui pemikiran
rasional dan penjelasan kelompok,
- Meningkatkan
respek terhadap keberbedaan orang lain,
-
Mengembangkan
iklim sosial yang hangat dan penuh penerimaan (Suharto, 1997).
Peran terapis
1.
Sebagai fasilitator
2.
Mengaktifkan anggota untuk berinteraksi
dan melakukan eksporasi diri
3.
Membantu anggota untuk memperoleh
manfaat yang besar dari terapi
kelompok
Tahapan
Terapi
Kelompok
sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok
akan berkembang melalui empat fase, yaitu:
-
Fase Prakelompok
Dalam fase ini membuat tujuan, menentukan leader,
jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan.
Menurut Dr. Wartono, jumlah anggota kelompok yang ideal dengan verbalisasi
biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria
anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti terapi adalah sudah punya diagnosa
yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat
(Yosep dalam Sihotang, 2011).
- Fase Awal Kelompok
Ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok
baru, dan peran baru. Yalom membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu
1)
Orientasi,
Klien mulai
mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,
leader menunjukkan rencana
terapi dan menyepakati kontrak dengan
anggota.
2)
Konflik,
Masa sulit
dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi
ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu
kelompok mengenali penyebab konflik serta mencegah
perilaku
perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina dalam
Sihotang, 2011).
3)
Kohesif.
Anggota
kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan
lebih intim satu sama lain (Keliat dalam Sihotang, 2011).
-
Fase Kerja Kelompok
Fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi
stabil dan realistis. Sehingga pada akhir
fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan
kemandirian (Yosep dalam Sihotang, 2011).
-
Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai perasaan puas dan
pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan
sehari-hari. Ini bersifat sementara (temporal) atau akhir.
Daftar Pustaka
- http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/38/jbptunpaspp-gdl-edisuharto-1871-2-pekerjaa-2.pdf
- http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CCwQFjAC&url=http%3A%2F%2Fpsi442.weblog.esaunggul.ac.id%2Fwp-content%2Fuploads%2Fsites%2F697%2F2014%2F10%2FPsikoterapi-Pertemuan-11.ppt&ei=TOo0Vf3AAY3juQTQuIGwCQ&usg=AFQjCNEwSkyNxwZYglfN2tuGNkHbhADRrw&sig2=breOrguOKYcGVVkjxbGePA
- Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
- Sihotang, L. (2011). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol. Medan: Tidak diterbitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar