Laman

Selasa, 21 April 2015

Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional




Apa masalah kesehatan mental ada hubungannya dengan kecerdasan emosional? Pada artikel ini saya akan bahas hubungan kesehatan mental dengan kecerdasan emosional. Sebelum diuraikan lebih lanjut, saya akan menjelaskan pengertiannya terlebih dahulu.
 
Kesehatan Mental
 Di artikel sebelumnya “Kesehatan Mental 1” telah di jelaskan mengenai kesehatan mental. Dalam artikel ini saya akan mengupas kembali kesehatan mental. Selamat membaca.




Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya. Tuntutan kenyataan yang dimaksud di sini lebih banyak merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. Penyesuaiaan diri berhubungan dengan cara yang dipilih individu untuk mengolah rangsangan, ajakan dan dorongan yang datang dari dalam maupun luar  diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh pribadi yang sehat mental adalah penyesuaian diri yang aktif. Individu berperan aktif dalam pemilihan cara pengolahan rangsang itu.
Penyesuaian diri orang yang sehat mental tidak menyebabkan bergantinya kepribadian. Perubahan dalam diri, tidak berubah secara drastis. Pada orang yang sehat mental stabilitas diri dipertahankan. Dalam menyesuaian diri dengan lingkungan, individu dapat menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Keadaan diri yang stabil dan berkesatuan itu selalu dipertahankan oleh individu yang sehat.
Orang yang sehat melihat masalah nyata, apa yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil. Di sini terlihat bahwa orang yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi berespons secara realistis dan berorientasi pada masalah. Dengan batasan-batasan kesehatan mental seperti yang diuraikan, kita dapat mengenali tanda-tanda gangguan kesehatan mental. Individu yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan menunjukkan adanya masalah kesehatan mental.
Individu yang tidak mampu mempertahankan stabilitas diri juga mengindikasikan adanya gangguan mental dalam hal otonomi dan kesatuan diri. Disintegrasi diri merupakan ciri utama pada gangguan-gangguan psikosis. Ketiadaan atau kekurangan kemampuan menilai lingkungan dan diri sendiri secara realistis sehingga tidak mampu mengambil keputusan yang tepat juga menjadi indikasi dari adanya gangguan atau hambatan dalam perkembangan mental. Gangguan yang berkaitan dengan kemampuan menilai lingkungan dan diri secara realistis ini dapat mengarahkan orang pada gangguan neurosis dan psikosis.
Ilmu kesehatan mental merupakan ilmu yang memperhatikan perawatan mental dan jiwa yang objeknya adalah manusia. Kesehatan mental merupakan terjemahan dari istilah mental hygiene. Mental merupakan dari kata Latin mens, mentis yang berarti jiwa, sukma, roh, semangat. Sedangkan hygiene dari kata Yunani yaitu hugiene yang berarti ilmu tentang kesehatan mental. Kesehatan mental membicarakan kehidupan mental manusia dengan memandang manusia sebagai totalitas psikofisik yang kompleks. Ada banyak definisi yang diberikan oleh para penulis tentang kesehatan mental, diantaranya:
-        M. Jahoda, seorang pelopor gerakan kesehatan mental.
Kesehatan mental adalah kondisi seseorang yang berkaitan dengan penyesuaian diri yang aktif dalam menghadapi dan mengatasi masalah dengan mempertahankan stabilitas diri, juga ketika berhadapan dengan kondisi baru, serta memiliki penilaian nyata baik tentang kehidupan maupun keadaan diri sendiri.
-        Jahoda
Kesehatan mental mengandung istilah-istilah yang pengertiannya perlu dipahami secara jelas yaitu penyesuaian diri yang aktif, stabilitas diri, penilaian nyata tentang kehidupan dan keadaan diri sendiri.
Jadi, manusia pada umumnya adalah makhluk yang sehat mentalnya. Istilah yang digunakan untuk menilai sehat atau tidaknya mental seseorang adalah “kesehatan mental”.

Kecerdasan Emosional
 



Emosi? Apakah emosi itu? Dalam makna harafiah, Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap”. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sejumlah teoritikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar, meski tidak semua sepakat dengan golongan tersebut. Beberapa golongan tersebut antara lain:
-          Amarah        :  Beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, 
  terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, 
  barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan 
  kebencian patologis.
-          Kesedihan    :  Pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, 
  kesepian, ditolak, putus asa, menjadi patologis, dan 
  depresi berat.
-          Rasa takut    :  Cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, 
  khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sama 
  sekali, kecut; sebagai patologi, fobia dan panik.
-          Kenikmatan  :  Bahagia, gembira, puas, senang, terhibur, bangga, 
  kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa 
  terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali.
-          Cinta            :  Penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa 
  dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
-          Terkejut        :  Terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
-          Jengkel         :  Hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
-          Malu             :  Rasa bersalah, malu haati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati 
  hancur lebur.
         Penemuan Paul Ekman dari University of California di San Francisco menyatakan bahwa ekspresi wajah tertentu untuk keempat emosi (takut, marah, sedih dan senang) dikenali oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia dengan budayanya masing-masing, termasuk bangsa-bangsa buta huruf.
         Secara umum, kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk menata perasaan dan kemampuan diri serta memotivasi diri dalam belajar dan berkarya agar sukses dan berprestasi. Untuk memperjelas apa itu kecerdasan emosi, dibawah ini akan di perjelas dari beberapa pendapat ahli yaitu:
-        Peter Salovey dan Jack Mayer
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.
-        Daniel Goleman dalam buku “Kecerdasan Emosi”
Kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain.

Ciri-ciri Kecerdasan Emosi
Berikut ini ciri-ciri seseorang yang memiliki kecerdasan emosi antara lain:
-          Mampu menghadapi seseorang yang menjengkelkan dan menyebalkan tanpa 
  terpancing emosi.
-          Mampu menata perasaannya sendiri dengan kesabaran dan kedewasaan yang 
  tinggi.
-          Mampu memotivasi dirinya agar terus berprestasi.
-          Sanggup belajar dan bekerja keras, inisiatif dan kreatif.
-          Penuh semangat dan mampu menyenangkan serta membahagiakan orang 
  lain.
-          Memberikan nilai positif bagi orang lain.
-          Mampu menghadapi masalah dan sanggup keluar dari masalah dengan 
  sukses.

Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional
Setelah kita mengetahui kesehatan mental dan kecerdasan emosional, ternyata keduanya memiliki hubungan satu sama lainnya. Aristoteles sang filsuf Yunani punya resep untuk menangani hubungan-hubungan [antarmanusia] dengan lancar: “Marahlah dengan orang yang tepat, dengan kadar yang tepat, pada saat yang tepat, untuk maksud yang tepat, dan dengan cara yang tepat”. Seseorang yang sehat mental, dia mengetahui kemana emosi itu akan di tumpahkan. Tidak asal atau sembarangan dalam mengambil sikap.
Psikolog Peter Salovey dan John Mayer menyebut pengendalian diri semacam itu merupakan kecerdasan emosional, suatu kemampuan untuk mencerap, memakai, memahami, dan mengelola emosi. Dengan pengendalian diri, kita dapat dengan mudah menyesuaian diri terhadap lingkungan, seseorang yang sehat mental pada umumnya menjadi cerdas secara emosional. Berarti emosi merupakan bagian mendasar dari siapa kita dan bagaimana kita bertahan hidup. Menjadi terampil secara emosional itu dapat menjadikan kita lebih lentur, mudah menyesuaikan diri, dan dewasa secara emosional.
Seseorang yang sehat mental tidak akan sembarangan untuk bertidak. Perlu adanya penyesuaian diri. Misalnya ketika ingin marah di depan publik, dia harus bisa mengendalikan diri dan menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Dia tidak langsung marah-marah tapi berfikir terlebih dahulu, apakah marah saat di depan publik tepat? apa yang orang saya marahi tepat? Semua harus di pikirkan secara matang. Sehingga dia harus mengetahui kemana tempat yang pas untuk melampiaskan emosinya. Sama seperti resep yang di sampaikan oleh Aristoteles di atas.
Jadi, kesehatan mental di perlukan dalam mengelola kecerdasan emosional. Seseorang memiliki kesehatan mental yang baik akan menghasilkan pula kecerdasan emosional yang baik.

Daftar Pustaka
-          Habsari, Sri. (2005).  Bimbingan dan Konseling SMA Untuk kelas XI. 
     Jakarta: Grasindo.
-          Soleman, Daniel. (2000). Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia 
     Pustaka Utama.
-       Coon, Dennis., and John O. Mitterer. (2004). Psychology: A Journey, 5th Ed. Wadsworth: Cengage Learning.

Sudah tahukan hubungan kesehatan mental dengan kecerdasan emosional. Nah.. jangan hanya membaca, mari diterapkan. Semoga artikelnya bermanfaat. Sampai berjumpa di artikel selanjutnya.

1 komentar:

  1. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    BalasHapus