Laman

Rabu, 15 April 2015

Terapi Psikoanalisis 2

Dalam artikel terapi psikoanalisis telah digambarkan secara umum tentang terapi psikoanalisis. Sedangkan dalam artikel ini, saya akan menjelaskan lebih detail berdasarkan teori-teori. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.

Konsep Dasar Teori Psikoanalisis tentang Kepribadian




Kesadaran dan Ketidaksadaran.
Merupakan salah satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, untuk memahami perilaku dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Kesadaran merupakan bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan. Demikianlah juga halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori yang tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran. Ketidakasadaran tidak dapat dikaji langsung, karena perilaku yang muncul itu merupakan konsekuensi logisnya. Menurut Gerald Corey, untuk membenarkan alam ketidaksadaran manusia dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1)     Mimpi: merupakan representative simbolik dari kebutuhan-
      kebutuhan, hasrat -hasrat konflik yang terjadi dalam diri.
2)     Salah ucap sesuatu atau lupa: misalnya nama yang sudah 
      dikenal sebelumnya,
3)     Sugesti pasca hipnotik,
4)     Materi yang berasal dari teknik asosiasi bebas,
5)     Materi yang berasal dari teknik proyeksi, serta isi simbolik 
      dari simptom psikotik.

Struktur kepribadian
Terdiri atas tiga sistem yaitu id (aspek biologis), ego (aspek psikologis) dan superego (aspek sosiologis). Dari ketiganya mempunyai hubungan satu sama lain.
·         Id
Merupakan wilayah yang primitif, kacau balau, dan tidak terjangkau oleh alam sadar. Id tidak punya kontak dengan dunia nyata, selalu berupaya untuk meredam ketegangan dengan cara memuaskan hasrat-hasrat dasar. Fungsi id untuk memperoleh kepuasan sehingga disebut sebagai prinsip kesenangan (pleasure principle). Sebagai wilayah dorongan-dorongan dasar, id beroperasi berdasarkan proses pertama (primary process). Id bertahan dengan cara bergantung pada pengembangan proses sekunder (secondary process) yang membuatnya berhubungan dengan dunia luar. Fungsi proses sekunder dijalankan ego.

·         Ego
Satu-satunya wilayah pikiran yang memiliki kontak dengan realita. Ego dikendalikan oleh prinsip kenyataan (reality principle), yang berusaha menggantikan prinsip kesenangan. Menurut Freud (1933 / 1964), ego berkembang terpisah dari id ketika bayi belajar untuk membedakan dirinya dengan dunia luar. Sementara id tetap dan tidak berubah, ego terus mengembangkan aneka strategi untuk mengontrol tuntutan-tuntutan id akan kesenangan yang tidak realistis.

·         Superego
Mewakili aspek-aspek moral dan idealis dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralistis dan idealis (moralistic and idealistic principles). Superego tidak memiliki kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan kesempurnaanpun menjadi tidak realistis (Freud). Superego memiliki dua subsistem yaitu:
a.      Suara hati (conscience)
Lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya dilakukan.
b.     Ego ideal
Berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan.

Mekanisme pertahanan ego
   Freud pertama kali mengembangkan pemikiran mekanisme pertahanan ego pada tahun 1926. Kemudian anaknya (Anna) menyempurnakan dan menata konsep ini. Bentuk-bentuknya:
1.      Represi (repression)
      Upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila ini terjadi, kecemasan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Represi dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Individu merepresikan mimpinya karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Banyak individu menekankan aspek positif dari kehidupannya. Misalnya individu lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif.

2.      Pembentukan reaksi (reaction formation)
      Ketika individu berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan sebenarnya. Dengan ini individu dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi pribadi yang tidak menyenangkan. Misalnya benci, tidak jarang dibuat samar dengan menampilkan tindakan yang penuh kasih sayang dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.

3.      Pengalihan (displacement)
Mengarahkan dorongan-dorongan yang tidak sesuai pada sejumlah orang atau objek sehingga dorongan asli terselubung atau tersembunyi. Misalnya seseorang marah dengan teman sekamarnya. Kemudian ia mengalihkan rasa marahnya kepada boneka, kucing peliharaan, atau boneka binatang miliknya. Ia akan tetap bersikap ramah pada teman sekamarnya. Akan tetapi berbeda dengan pembentukan reaksi, sikap ramah tersebut tidak diungkapkan secara berlebihan atau di besar-besarkan.

4.      Fiksasi (fixation)
Ketika dihadapkan dengan kecemasan yang begitu besar, maka ego bisa mengambil stategi tetap bertahan di tahap psikologi yang lebih nyaman. Secara teknis menurut Freud, merupakan keterikatan permanen libido pada tahap perkembangan sebelumnya yang lebih primitif. Individu yang terus-menerus mendapatkan kepuasan lewat makan, merokok atau bicara bisa jadi memiliki fiksasi oral. Sedangkan yang terobsesi kerapihan dan keteraturan memiliki fiksasi anal.

5.      Regresi (regression)
Ketika masa-masa penuh dengan stress dan kecemasan, perilaku akan surut sehingga kembali pada tahap / pola reaksi yang sebelumnya yang tidak sesuai dengan tingkat usianya. Contoh pada anak yang sudah disapih total bisa mundur dan menuntut untuk minum dari botol atau mengisap puting susu pada saat adiknya lahir.

6.      Proyeksi (projection)
Usaha memproyeksikan sifat, pikiran, dan harapan yang negatif, kelemahan dan sikap sendiri yang keliru pada orang lain. Melemparkan kesalahan sendiri pada orang lain. Contoh karena iri teman sukses yang selalu mendapatkan nilai A, maka individu yang menjelek-jelekan temannya termasuk iri dan cemburu.

7.      Introyeksi (introjection)
      Untuk memasukkan kualitas-kualitas positif dari orang lain ke dalam ego mereka sendiri. Misalnya seorang gadis remaja mengintroyeksikan atau menggunakan nilai, atau gaya hidup seorang bintang film. Introyeksi ini memungkinkan sang gadis remaja meningkatkan perasaan harga diri dan membuat perasaan inferioritasnya berkurang. Orang-orang selalu mengintroyeksikan ciri-ciri khas yang dilihat berharga dan yang membuat mereka merasa lebih baik mengenai diri mereka sendiri.

8.      Sublimasi (Sublimation)
      Menurut Freud, sublimasi dapat diterima baik individu maupun sosial. Sublimasi merupakan represi dari tujuan genital dari Eros dengan cara menggantinya ke hal-hal yang bisa diterima, baik secara kultural maupun sosial. Tujuannya diungkap secara jelas melalui pencapaian kultural kreatif, seperti seni, musik, sastra dan segala bentuk hubungan antarmanusia dan aktivitas-aktivitas sosialnya. Contoh terbaik yaitu Freud meyakini karya seni Michelangelo yang menemukan penyaluran tidak langsung dari libidonya melalui lukisan dan seni patung.

      Semua mekanisme pertahanan melindungi ego dari kecemasan. Mekanisme-mekanisme diatas bersifat universal. Masing-masing bercampur dengan represi dan bisa berkembang menjadi bentuk psikopartologi.

Perkembangan psikoseksual
Freud mengemukakan  kepribadian seseorang berkembang melalui serangkaian tahapan dari masa anak-anak hingga mencapai puncak kedewasaan (maturity). Awal perkembangan berpengaruh dalam pembentukan kepribadian dan perilaku. Jika tahap psikoseksual selesai dengan tahapannya maka akan menghasilkan kepribadian yang sehat. Namun sebaliknya, jika tahapan tersebut  tidak terselesaikan atau mengalami hambatan, maka dapat menghasilkan fiksasi. Tahapan perkembangan psikoseksual tersebut antara lain:
-          Periode Infantil (Infantile stage) :  usia 0 – 5 tahun
Asumsi paling penting Freud adalah bayi mempunyai kehidupan seksual dan mengalami perkembangan seksual pragenital selama empat atau lima tahun pertama setelah kelahiran. Seksualitas anak-anak berbeda dengan orang dewasa karena tidak punya kemampuan reproduksi dan sepenuhnya autoerotis (autoerotic). Akan tetapi, baik pada anak maupun orang dewasa, dorongan seksual bisa dipuaskan oleh organ-organ selain genital. Mulut dan juga anus adalah bagian yang sensitif terhadap stimulasi yang bersifat erogen. Freud membagi tahap infantil ke dalam tiga fase berdasarkan zona erogen utama antara lain:
a)      Fase Oral (0 –1 tahun)
Dilakukan di mulut karena mulut merupakan organ pertama yang memberikan kesenangan pada bayi. Bayi mendapatkan zat nutrisi untuk mempertahankan hidup melalui aktivitas oral, selain itu memperoleh kesenangan dari perilaku menghisap. Tujuan seksual dari aktivitas oral adalah untuk mengambil atau menerima objek pilihan (misalnya puting susu) yang masuk ke dalam tubuh. Dalam fase oral ada masa reseptif oral (oral-receptive), dimana bayi mempunyai nilai yang jelas terhadap objek yang memberikan kesenangan dan kebutuhan mereka yang biasanya terpuaskan tanpa diganggu oleh rasa frustasi maupun kecemasan. Konfliknya pada proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada ibu. Saat itu terjadi pertahanan bayi terhadap lingkungannya dibantu dengan tumbuhnya gigi. Pada saat inilah mereka masuk ke fase oral kedua yang disebut Freud sebagai periode sadistik oral (oral sadistic). Fase ini, bayi meresponnya dengan menggigit, mengoceh, menutup mulut, tersenyum dan menangis.
Pengalaman otoerotis bayi adalah mengisap ibu jari. Saat dewasa, mereka memuaskan kebutuhan oral dalam berbagai cara seperti mengisap permen, mengunyah permen karet, menggigit pensil, makan berlebihan, merokok, serta mengeluarkan pernyataan sarkastis yang menusuk.

b)      Fase Anal (1 – 3 tahun)
Fokus dialihkan ke dubur serta kesenangan atau kepuasan diperoleh dalam kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan faeces. Mulai dari fase ini, anak akan mendapat pengalaman untuk yang pertama tentang pengaturan impuls-impulsnya dari luar. Anak belajar menunda kenikmatan yang timbul dari defekasi (bebaskan diri). Pengaruh yang akan diterima anak dalam pembiasaan akan kebersihan dapat mempengaruhi sifat-sifat kepribadian anak dikemudian hari. Apabila ibu bersikap keras dan menahan anak mungkin juga menahan faecesnya. Jika reaksi ini meluas maka anak dapat mempunyai sikap kurang bebas, kurang berani, tertekan dan lain-lain. Akan berbeda reaksinya jika ibu bersikap membimbing dengan penuh kasih sayang dan memuji anak defekasi, maka anak mungkin memperoleh pengertian bahwa memproduksi faeces merupakan aktifitas penting.
Hal yang terpenting adalah anak memperoleh rasa memiliki kekuatan, kemandirian dan otonomi. Jika orang tua berbuat terlalu banyak berarti orang tua mengajari anaknya untuk tidak memiliki kesanggupan menjalankan fungsi diri. Jadi dalam fase ini anak perlu bereksperimen, berbuat salah atau merasa bahwa mereka tetap diterima untuk kesalahannya dan menyadari diri sebagai individu yang mandiri.

c)      Fase Falik (3-5 tahun)
Pada fase ini yang menjadi pusat pada perkembangan seksual dan rasa agresi serta fungsi, alat-alat kelamin. Kenikmatan masturbasi mengalami peningkatan serta khayalan yang menyertai aktifitas otoerotik sangat penting. Anak menjadi lebih ingin tahu tentang tubuhnya. Mereka berhasrat untuk mengeksplorasi tubuh sendiri dan menemukan perbedaan-perbedaan diantara kedua jenis kelamin. Dalam fase ini juga terdapat periode perkembangan hati nurani, masa ketika anak belajar mengenal standar moral dan bahaya yang kritis. Masa indoktrinasi standar-standar moral yang kaku dan realistis dari orang tua yang bisa mengarah pada pengendalian superego secara berlebihan sehingga mematuhi moral tetapi hanya karena takut.
Efek-efek lainnya merupakan konflik-konflik yang kuat, perasaan bedosa, penuh sesal rendahnya rasa harga diri dan penghukuman diri. Pada fase falik terdapat:
1.      Oedipus complex
Merupakan keinginan dari anak laki-laki yang terarah pada ibunya. Sedangkan permusuhan dilontarkan pada ayah yang dianggap sebagai saingan.
2.      Electra complex
Kebalikan dari kompleks Oedipus, ini terjadi pada anak perempuan.

Ketiga fase ini saling tumpang-tindih satu dengan yang lainnya dan masing-masing berkembang sampai tahap yang berikutnya dimulai.

-          Periode Laten (Latency) (5 – 12 tahun)
Latency disebut juga periode teduh. Ini berlangsung cukup panjang sampai  pada masa pubertas. Sepanjang periode ini aktifitas libidinal berkurang dan dapat mengamati deseksualitas dalam pergaulan dengan orang lain dan emosional anak. Dari sini mulai terbentuk rasa malu dan aspirasi-aspirasi moral serta estetis.

-          Periode Genital (Genital stage)
Dimulai pada masa remaja, dimana segala kepuasan terpusat pada alat kelamin. Karakter genital mengiktisarkan tipe ideal dari kepribadian yakni terdapat pada orang yang mampu mengembangkan retasi seksual yang matang dan bertanggung jawab serta mampu memperoleh kepuasan dari percintaan heteroseksual. Untuk memperoleh karakter genital ini individu haruslah terbebas dari ketidakpuasan dan hambatan pada anak-anak. Pengalaman-pengalamn traumatik dimasa anak-anak atau mengalami fiksasi libido maka penyesuaian selama fase genital akan sulit.
Secara teoritis setiap orang harus melewati fase-fase tersebut dalam perkembangan psikoseksualnya. Apabila terjadi gangguan pada salah satu fase maka akan terjadi ketidakpuasan yang dapat menyebabkan terjadinya neurose pada orang tersebut dikemudian hari setelah ia dewasa. Dengan demikian maka untuk menilai kepribadian seorang penderita neurose dan mecari faktor-faktor penyebab neurose itu perlu diteliti segala peristiwa yang pernah terjadi selama tingkat-tingkat perkembangan psikoseksual, yang terdiri dari beberapa fase tersebut.

-          Kematangan (Maturity)
Pada saat ini, seseorang mencapai kematangan fisiknya. Sebagai tambahan dari periode genital, Freud mengungkapkan bahwa tidak pernah sepenuhnya mengonseptualisasikan adanya periode kematangan psikologis (psychological matury), satu tahap yang dilalui setelah seseorang melalui tahapan-tahapan secara ideal. Sayangnya kematangan psikologis jarang terjadi karena manusia mempunyai banyak kesempatan untuk mengembangkan kelainan patologis atau sifat neurotis yang mereka miliki sejak awal.

Unsur-unsur Terapi
Munculnya masalah atau gangguan
Saat muncul masalah atau gangguan, terapi berupaya untuk memunculkan penyebab itu muncul melalui intervensi yang ditinjau dari lingkungan, kepribadian, faktor ekonomi, afeksi, komunikasi interpesonal dan sebagainya. Dengan lebih mengenal penyebab gangguan itu, sehingga klien dapat memperkuat diri agar terhindar dari resiko yang tinggi dengan modifikasi interaksi terhadap lingkungannya.

Tujuan terapis
-    Mengubah kesadaran individu, sehingga segala sumber permasalahan yang ada didalam diri individu yang semulanya tidak sadar menjadi sadar, serta memperkuat ego individu untuk dapat menghadapi kehidupan yang realita. alasan mengapa tujuan utama dari terapi ini adalah penyadaran individu, yakni :
·       Bila individu menyadari konflik intrapsikisnya atau permasalahan yang ada dalam dirinya, maka individu tidak perlu lagi banyak mengeluarkan energi psikisnya melakukan defence mechanism.
·    Penyadaran memungkinkan untuk membentuk kembali struktur kepribadian yang selama ini terpisah, maksudnya adalah adanya konfilk antara id, ego, superego yang selama ini tidak berjalan dengan baik. Proses penyadaran dalam terapi ini mengajak individu untuk mengenali kembali dan menerima bagian-bagian diri yang selama ini ditolak, diserang, dan diproyeksikan terhadap orang lain. Setelah itu semua disadari, kemungkinan secara bertahap bagian-bagian dari kepribadian individu akan kembali kokoh.
·    Penyadaran juga memulihkan kembali hubungan antara dunia internal dan realita eksternal, sehingga individu dapat memandang dunia secara nyata.

Peran terapis
Terapis sangat berperan penting dalam proses terapi psikoanalisis. Peran terapis yaitu:
·   Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan persoal dalam menangani kecemasan secara realistis.
·         Membangun hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar dan menafsirkan.
·         Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien.
·         Mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentangan pada cerita klien.

Teknik-teknik Terapi
Terdapat 4 teknik-teknik terapi. Teknik-teknik terapi tersebut antara lain:
·         Free association (Asosiasi bebas)
Suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis dari masa lampau. Dalam teknik ini juga terdapat proses transference (pemindahan) yaitu suatu keadaan dimana pasien mendapatkan terapis sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan masalah bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu:
1)      Transference positif: terapis menggantikan figur yang disukai oleh penderita.
2)      Transference negatif: terapis menggantikan figur yang dibenci oleh penderita.
·         Analisis transference
Teknik utama psikoanalisis karena dalam terapi itu mendorong klien menghidupkan kembali masa lalu.
·         Analisis resisten
Berfungsi membantu klien agar menyadari alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menangani masalahnya.
·         Analisis mimpi
Suatu prosedur yang penting untuk menyingkap bahan-bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada klien atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan.

Daftar Pustaka
  • http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&ved=0CEcQFjAF&url=http%3A%2F%2Findryawati.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F21332%2FTERAPI%2BPSIKOANALISIS.doc&ei=gNAtVeORAYSQuATc-YGYBg&usg=AFQjCNFJYpptYROuX2NWH2pMhKln9FU0Ww&sig2=in-Ox2R7PZexxapDHCxoNA&bvm=bv.90790515,d.c2E&cad=rja 
  • Feist., and Feist. 2010. Teori Kepribadian Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika. 
  • Carey, Gerald. 1997. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, terj. E. Koeswara. Bandung: PT. Refika Aditama. 
  • Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalik Freud. Yogyakarta: Kanisius. 
  • http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Isti%20Yuni%20Purwanti,%20M.Pd./MEKANISME%20PERTAHANAN%20DIRI.pdf 
  • Corey, Gerald.1995. Theory and Practice of Counseling and psychotherapy (Terjemahan Mulyarto). Semarang: IKIP Semarang Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar