Dalam artikel terapi psikoanalisis telah
digambarkan secara umum tentang terapi psikoanalisis. Sedangkan dalam artikel ini,
saya akan menjelaskan lebih detail berdasarkan teori-teori. Semoga bermanfaat
dan selamat membaca.
Konsep Dasar Teori Psikoanalisis tentang Kepribadian
Kesadaran dan
Ketidaksadaran.
Merupakan salah
satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, untuk memahami
perilaku dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Kesadaran
merupakan bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini
dapat diibaratkan seperti gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana
bongkahan es itu lebih besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan.
Demikianlah juga halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori
yang tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran. Ketidakasadaran tidak
dapat dikaji langsung, karena perilaku yang muncul itu merupakan konsekuensi
logisnya. Menurut Gerald Corey, untuk membenarkan alam ketidaksadaran manusia
dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1) Mimpi: merupakan representative simbolik dari kebutuhan-
kebutuhan, hasrat -hasrat
konflik yang terjadi dalam diri.
2) Salah ucap
sesuatu atau lupa: misalnya nama yang sudah
dikenal sebelumnya,
3) Sugesti pasca hipnotik,
4) Materi yang
berasal dari teknik asosiasi bebas,
5) Materi yang
berasal dari teknik proyeksi, serta isi simbolik
dari simptom psikotik.
Struktur kepribadian
Terdiri atas tiga
sistem yaitu id (aspek biologis),
ego (aspek psikologis) dan superego (aspek sosiologis). Dari ketiganya
mempunyai hubungan satu sama lain.
·
Id
Merupakan
wilayah yang primitif, kacau balau, dan tidak terjangkau oleh alam sadar. Id
tidak punya kontak dengan dunia nyata, selalu berupaya untuk meredam ketegangan
dengan cara memuaskan hasrat-hasrat dasar. Fungsi id untuk memperoleh kepuasan
sehingga disebut sebagai prinsip kesenangan (pleasure principle). Sebagai
wilayah dorongan-dorongan dasar, id beroperasi berdasarkan proses pertama (primary process). Id bertahan dengan
cara bergantung pada pengembangan proses sekunder (secondary process) yang membuatnya berhubungan dengan dunia luar.
Fungsi proses sekunder dijalankan ego.
·
Ego
Satu-satunya
wilayah pikiran yang memiliki kontak dengan realita. Ego dikendalikan oleh prinsip kenyataan (reality
principle), yang berusaha menggantikan prinsip kesenangan. Menurut
Freud (1933 / 1964), ego berkembang terpisah dari id ketika bayi belajar untuk
membedakan dirinya dengan dunia luar. Sementara id tetap dan tidak berubah, ego
terus mengembangkan aneka strategi untuk mengontrol tuntutan-tuntutan id akan
kesenangan yang tidak realistis.
·
Superego
Mewakili
aspek-aspek moral dan idealis dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralistis dan idealis (moralistic and idealistic principles). Superego
tidak memiliki kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan
kesempurnaanpun menjadi tidak realistis (Freud). Superego memiliki dua
subsistem yaitu:
a. Suara hati (conscience)
Lahir dari pengalaman-pengalaman
mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan mengajari kita tentang hal-hal
yang sebaiknya dilakukan.
b. Ego ideal
Berkembang dari pengalaman
mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal
yang sebaiknya dilakukan.
Mekanisme pertahanan ego
Freud pertama kali mengembangkan pemikiran
mekanisme pertahanan ego pada tahun 1926. Kemudian anaknya (Anna)
menyempurnakan dan menata konsep ini. Bentuk-bentuknya:
1. Represi (repression)
Upaya individu untuk menyingkirkan
frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, dan sejenisnya yang menimbulkan
kecemasan. Bila ini terjadi, kecemasan itu tidak akan memasuki kesadaran
walaupun ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat
dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Represi dapat terjadi dalam
situasi yang tidak terlalu menekan. Individu merepresikan mimpinya karena
mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya.
Banyak individu menekankan aspek positif dari kehidupannya. Misalnya individu lebih
mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif.
2. Pembentukan reaksi (reaction formation)
Ketika individu berusaha menyembunyikan
motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan represi atau supresi), dan
menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan sebenarnya. Dengan ini
individu dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan
untuk menghadapi pribadi yang tidak menyenangkan. Misalnya benci, tidak jarang dibuat
samar dengan menampilkan tindakan yang penuh kasih sayang dan permusuhan
ditutupi dengan tindak kebaikan.
3. Pengalihan (displacement)
Mengarahkan dorongan-dorongan yang tidak sesuai pada sejumlah
orang atau objek sehingga dorongan asli terselubung atau tersembunyi. Misalnya seseorang
marah dengan teman sekamarnya. Kemudian ia mengalihkan rasa marahnya kepada
boneka, kucing peliharaan, atau boneka binatang miliknya. Ia akan tetap
bersikap ramah pada teman sekamarnya. Akan tetapi berbeda dengan pembentukan
reaksi, sikap ramah tersebut tidak diungkapkan secara berlebihan atau di
besar-besarkan.
4. Fiksasi (fixation)
Ketika dihadapkan dengan kecemasan yang
begitu besar, maka ego bisa mengambil stategi tetap bertahan di tahap psikologi
yang lebih nyaman. Secara teknis menurut Freud, merupakan keterikatan permanen
libido pada tahap perkembangan sebelumnya yang lebih primitif. Individu yang
terus-menerus mendapatkan kepuasan lewat makan, merokok atau bicara bisa jadi
memiliki fiksasi oral. Sedangkan yang terobsesi kerapihan dan keteraturan
memiliki fiksasi anal.
5. Regresi (regression)
Ketika masa-masa penuh dengan stress dan kecemasan, perilaku
akan surut sehingga kembali pada tahap / pola reaksi yang sebelumnya yang tidak
sesuai dengan tingkat usianya. Contoh pada anak yang sudah disapih total bisa
mundur dan menuntut untuk minum dari botol atau mengisap puting susu pada saat
adiknya lahir.
6. Proyeksi (projection)
Usaha memproyeksikan sifat, pikiran, dan harapan yang negatif,
kelemahan dan sikap sendiri yang keliru pada orang lain. Melemparkan kesalahan
sendiri pada orang lain. Contoh karena iri teman sukses yang selalu mendapatkan
nilai A, maka individu yang menjelek-jelekan temannya termasuk iri dan cemburu.
7. Introyeksi (introjection)
Untuk memasukkan kualitas-kualitas positif
dari orang lain ke dalam ego mereka sendiri. Misalnya seorang gadis remaja
mengintroyeksikan atau menggunakan nilai, atau gaya hidup seorang bintang film.
Introyeksi ini memungkinkan sang gadis remaja meningkatkan perasaan harga diri
dan membuat perasaan inferioritasnya berkurang. Orang-orang selalu
mengintroyeksikan ciri-ciri khas yang dilihat berharga dan yang membuat mereka
merasa lebih baik mengenai diri mereka sendiri.
8. Sublimasi (Sublimation)
Menurut Freud, sublimasi dapat diterima
baik individu maupun sosial. Sublimasi merupakan represi dari tujuan genital
dari Eros dengan cara menggantinya ke hal-hal yang bisa diterima, baik secara kultural
maupun sosial. Tujuannya diungkap secara jelas melalui pencapaian kultural
kreatif, seperti seni, musik, sastra dan segala bentuk hubungan antarmanusia
dan aktivitas-aktivitas sosialnya. Contoh terbaik yaitu Freud meyakini karya
seni Michelangelo yang menemukan penyaluran tidak langsung dari libidonya
melalui lukisan dan seni patung.
Semua
mekanisme pertahanan melindungi ego dari kecemasan. Mekanisme-mekanisme diatas
bersifat universal. Masing-masing bercampur dengan represi dan bisa berkembang
menjadi bentuk psikopartologi.
Perkembangan psikoseksual
Freud mengemukakan kepribadian seseorang berkembang melalui
serangkaian tahapan dari masa anak-anak hingga mencapai puncak kedewasaan (maturity). Awal perkembangan berpengaruh
dalam pembentukan kepribadian dan perilaku. Jika tahap psikoseksual selesai
dengan tahapannya maka akan menghasilkan kepribadian yang sehat. Namun
sebaliknya, jika tahapan tersebut tidak terselesaikan atau mengalami
hambatan, maka dapat menghasilkan fiksasi. Tahapan perkembangan psikoseksual
tersebut antara lain:
-
Periode
Infantil (Infantile stage) : usia 0 – 5 tahun
Asumsi
paling penting Freud adalah bayi mempunyai kehidupan seksual dan mengalami
perkembangan seksual pragenital selama empat atau lima tahun pertama setelah
kelahiran. Seksualitas anak-anak berbeda dengan orang dewasa karena tidak punya
kemampuan reproduksi dan sepenuhnya autoerotis (autoerotic). Akan tetapi, baik pada anak maupun orang dewasa,
dorongan seksual bisa dipuaskan oleh organ-organ selain genital. Mulut dan juga
anus adalah bagian yang sensitif terhadap stimulasi yang bersifat erogen. Freud
membagi tahap infantil ke dalam tiga fase berdasarkan zona erogen utama antara
lain:
a) Fase Oral (0 –1 tahun)
Dilakukan di
mulut karena mulut merupakan organ pertama yang memberikan kesenangan pada bayi.
Bayi mendapatkan zat nutrisi untuk mempertahankan hidup melalui aktivitas oral,
selain itu memperoleh kesenangan dari perilaku menghisap. Tujuan seksual dari
aktivitas oral adalah untuk mengambil atau menerima objek pilihan (misalnya
puting susu) yang masuk ke dalam tubuh. Dalam fase oral ada masa reseptif oral
(oral-receptive), dimana bayi
mempunyai nilai yang jelas terhadap objek yang memberikan kesenangan dan
kebutuhan mereka yang biasanya terpuaskan tanpa diganggu oleh rasa frustasi
maupun kecemasan. Konfliknya pada proses penyapihan, anak harus menjadi kurang
bergantung pada ibu. Saat itu terjadi pertahanan bayi terhadap lingkungannya
dibantu dengan tumbuhnya gigi. Pada saat inilah mereka masuk ke fase oral kedua
yang disebut Freud sebagai periode sadistik oral (oral sadistic). Fase ini, bayi meresponnya dengan menggigit,
mengoceh, menutup mulut, tersenyum dan menangis.
Pengalaman
otoerotis bayi adalah mengisap ibu jari. Saat dewasa, mereka memuaskan
kebutuhan oral dalam berbagai cara seperti mengisap permen, mengunyah permen
karet, menggigit pensil, makan berlebihan, merokok, serta mengeluarkan
pernyataan sarkastis yang menusuk.
b) Fase Anal (1 – 3 tahun)
Fokus dialihkan ke dubur serta kesenangan atau kepuasan diperoleh dalam
kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan faeces. Mulai dari fase
ini, anak akan mendapat pengalaman untuk yang pertama tentang pengaturan
impuls-impulsnya dari luar. Anak belajar menunda kenikmatan yang timbul dari defekasi (bebaskan diri). Pengaruh yang
akan diterima anak dalam pembiasaan akan kebersihan dapat mempengaruhi sifat-sifat
kepribadian anak dikemudian hari. Apabila ibu bersikap keras dan menahan anak
mungkin juga menahan faecesnya. Jika reaksi ini meluas maka anak dapat
mempunyai sikap kurang bebas, kurang berani, tertekan dan lain-lain. Akan berbeda
reaksinya jika ibu bersikap membimbing dengan penuh kasih sayang dan memuji anak
defekasi, maka anak mungkin
memperoleh pengertian bahwa memproduksi faeces merupakan aktifitas penting.
Hal yang terpenting adalah anak memperoleh rasa memiliki kekuatan,
kemandirian dan otonomi. Jika orang tua berbuat terlalu banyak berarti orang
tua mengajari anaknya untuk tidak memiliki kesanggupan menjalankan fungsi diri.
Jadi dalam fase ini anak perlu bereksperimen, berbuat salah atau merasa bahwa
mereka tetap diterima untuk kesalahannya dan menyadari diri sebagai individu
yang mandiri.
c) Fase Falik (3-5 tahun)
Pada fase ini yang menjadi pusat pada perkembangan seksual dan rasa agresi
serta fungsi, alat-alat kelamin. Kenikmatan masturbasi mengalami peningkatan serta
khayalan yang menyertai aktifitas otoerotik sangat penting. Anak menjadi lebih
ingin tahu tentang tubuhnya. Mereka berhasrat untuk mengeksplorasi tubuh
sendiri dan menemukan perbedaan-perbedaan diantara kedua jenis kelamin. Dalam
fase ini juga terdapat periode perkembangan hati nurani, masa ketika anak
belajar mengenal standar moral dan bahaya yang kritis. Masa indoktrinasi
standar-standar moral yang kaku dan realistis dari orang tua yang bisa mengarah
pada pengendalian superego secara berlebihan sehingga mematuhi moral tetapi
hanya karena takut.
Efek-efek lainnya merupakan konflik-konflik yang kuat, perasaan bedosa,
penuh sesal rendahnya rasa harga diri dan penghukuman diri. Pada fase falik terdapat:
1.
Oedipus complex
Merupakan
keinginan dari anak laki-laki yang terarah pada ibunya. Sedangkan permusuhan
dilontarkan pada ayah yang dianggap sebagai saingan.
2.
Electra complex
Kebalikan dari
kompleks Oedipus, ini terjadi pada anak perempuan.
Ketiga fase
ini saling tumpang-tindih satu dengan yang lainnya dan masing-masing berkembang
sampai tahap yang berikutnya dimulai.
-
Periode
Laten (Latency) (5 – 12 tahun)
Latency disebut juga periode teduh. Ini berlangsung cukup
panjang sampai pada masa pubertas.
Sepanjang periode ini aktifitas libidinal berkurang dan dapat mengamati
deseksualitas dalam pergaulan dengan orang lain dan emosional anak. Dari sini
mulai terbentuk rasa malu dan aspirasi-aspirasi moral serta estetis.
-
Periode
Genital (Genital stage)
Dimulai pada masa remaja, dimana segala kepuasan terpusat
pada alat kelamin. Karakter genital mengiktisarkan tipe ideal dari kepribadian
yakni terdapat pada orang yang mampu mengembangkan retasi seksual yang matang
dan bertanggung jawab serta mampu memperoleh kepuasan dari percintaan
heteroseksual. Untuk memperoleh karakter genital ini individu haruslah terbebas
dari ketidakpuasan dan hambatan pada anak-anak. Pengalaman-pengalamn traumatik
dimasa anak-anak atau mengalami fiksasi libido maka penyesuaian selama fase
genital akan sulit.
Secara teoritis setiap orang harus melewati fase-fase
tersebut dalam perkembangan psikoseksualnya. Apabila terjadi gangguan pada
salah satu fase maka akan terjadi ketidakpuasan yang dapat menyebabkan
terjadinya neurose pada orang tersebut dikemudian hari setelah ia dewasa.
Dengan demikian maka untuk menilai kepribadian seorang penderita neurose dan
mecari faktor-faktor penyebab neurose itu perlu diteliti segala peristiwa yang
pernah terjadi selama tingkat-tingkat perkembangan psikoseksual, yang terdiri
dari beberapa fase tersebut.
-
Kematangan
(Maturity)
Pada
saat ini, seseorang mencapai kematangan fisiknya. Sebagai tambahan dari periode
genital, Freud mengungkapkan bahwa tidak pernah sepenuhnya
mengonseptualisasikan adanya periode kematangan psikologis (psychological matury), satu tahap yang
dilalui setelah seseorang melalui tahapan-tahapan secara ideal. Sayangnya
kematangan psikologis jarang terjadi karena manusia mempunyai banyak kesempatan
untuk mengembangkan kelainan patologis atau sifat neurotis yang mereka miliki
sejak awal.
Unsur-unsur Terapi
Munculnya masalah atau
gangguan
Saat muncul masalah atau gangguan, terapi
berupaya untuk memunculkan penyebab itu muncul melalui intervensi yang ditinjau
dari lingkungan, kepribadian, faktor ekonomi, afeksi, komunikasi interpesonal dan
sebagainya. Dengan lebih mengenal penyebab gangguan itu, sehingga klien dapat
memperkuat diri agar terhindar dari resiko yang tinggi dengan modifikasi
interaksi terhadap lingkungannya.
Tujuan terapis
- Mengubah
kesadaran individu, sehingga segala sumber permasalahan yang ada didalam diri
individu yang semulanya tidak sadar menjadi sadar, serta memperkuat ego
individu untuk dapat menghadapi kehidupan yang realita. alasan mengapa
tujuan utama dari terapi ini adalah penyadaran individu, yakni :
· Bila individu menyadari konflik intrapsikisnya atau
permasalahan yang ada dalam dirinya, maka individu tidak perlu lagi banyak
mengeluarkan energi psikisnya melakukan defence mechanism.
· Penyadaran memungkinkan untuk membentuk kembali struktur
kepribadian yang selama ini terpisah, maksudnya adalah adanya konfilk antara
id, ego, superego yang selama ini tidak berjalan dengan baik. Proses penyadaran
dalam terapi ini mengajak individu untuk mengenali kembali dan menerima
bagian-bagian diri yang selama ini ditolak, diserang, dan diproyeksikan
terhadap orang lain. Setelah itu semua disadari, kemungkinan secara bertahap
bagian-bagian dari kepribadian individu akan kembali kokoh.
· Penyadaran juga memulihkan kembali hubungan antara dunia
internal dan realita eksternal, sehingga individu dapat memandang dunia secara
nyata.
Peran terapis
Terapis sangat berperan penting dalam
proses terapi psikoanalisis. Peran terapis yaitu:
· Membantu
klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan
hubungan persoal dalam menangani kecemasan secara realistis.
·
Membangun
hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar dan menafsirkan.
·
Terapis
memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien.
·
Mendengarkan
kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentangan pada cerita klien.
Teknik-teknik Terapi
Terdapat 4 teknik-teknik terapi.
Teknik-teknik terapi tersebut antara lain:
·
Free association (Asosiasi bebas)
Suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman
masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis
dari masa lampau. Dalam teknik ini juga terdapat proses transference (pemindahan) yaitu suatu keadaan dimana pasien
mendapatkan terapis sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya
menimbulkan masalah bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu:
1)
Transference positif: terapis menggantikan figur yang
disukai oleh penderita.
2)
Transference negatif: terapis menggantikan figur yang
dibenci oleh penderita.
·
Analisis
transference
Teknik utama psikoanalisis karena
dalam terapi itu mendorong klien menghidupkan kembali masa lalu.
·
Analisis
resisten
Berfungsi membantu klien agar
menyadari alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menangani
masalahnya.
·
Analisis
mimpi
Suatu prosedur yang penting untuk
menyingkap bahan-bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada klien atas beberapa
area masalah yang tidak terselesaikan.
Daftar Pustaka
- http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&ved=0CEcQFjAF&url=http%3A%2F%2Findryawati.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F21332%2FTERAPI%2BPSIKOANALISIS.doc&ei=gNAtVeORAYSQuATc-YGYBg&usg=AFQjCNFJYpptYROuX2NWH2pMhKln9FU0Ww&sig2=in-Ox2R7PZexxapDHCxoNA&bvm=bv.90790515,d.c2E&cad=rja
- Feist., and Feist. 2010. Teori Kepribadian Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.
- Carey, Gerald. 1997. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, terj. E. Koeswara. Bandung: PT. Refika Aditama.
- Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalik Freud. Yogyakarta: Kanisius.
- http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Isti%20Yuni%20Purwanti,%20M.Pd./MEKANISME%20PERTAHANAN%20DIRI.pdf
- Corey, Gerald.1995. Theory and Practice of Counseling and psychotherapy (Terjemahan Mulyarto). Semarang: IKIP Semarang Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar